Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Indonesia, Takao Kawakami pada tanggal 28 Juni 1996 menyempatkan diri berkunjung ke Mandor bersama Wakil dari JICA, Wakil Gubernur Kalbar Muchalli Taufik dan Bupati Pontianak Henri Usman. Diantara peziarah tidak ada yang tahu ternyata di tengah-tentah mereka ada wakil dari Kerajaan Jepang.
Dengan demikian untuk pertama kalinya Wakil Pemerintah Kerajaan Jepang mengunjungi Mandor. Salah seorang wartawan Majalah Berita Mingguan GATRA, Sarluhut Napitupulu ikut pula mengabadikan kehadiran Dubes Takao Kawakami.
Masih segar dalam ingat saya bersama Henri Usman yang dijuluki Saddam Husein-nya KalBar karena kemiripan wajahnya, terutama kumisnya.
Menurut Sarluhut saat itu memang kehadiran sang Dubes tidak diberitahukan kepada peziarah, mungkin menjaga keselamatan dan keamanan sang Dubes yang menjadi tanggung jawab Pemda Kalbar.
YM Takao Kawakami secara terbuka sudah menyatakan permohonan maafnya kepada Pemerintah Indonesia dalam hal ini Pemda Kalbar.
Wakil dari JICA juga pernah berjanji untuk memberikan bantuannya dalam berbagai bidang. Janji ini dipenuhi dan diawasi oleh utusan JICA yang ditempatkan di Bappeda Provinsi Kalbar kala itu.
Bantuan tersebut ternyata tidak dibuka oleh Pemda Kalbar kepada masyarakat luas yang seharusnya diketahui rakyat khususnya para ahli waris korban Jepang.
Maka sekaranglah saatnya bagi Pemda Kalbar memberitahukan tentang kehadiran YM Dubes Kerajaan Jepang Takao Kawakami dan bantuan yang telah diterima Pemda dari JICA tersebut.
Saatnyalah Pemda Kalbar berkomunikasi dengan Pemerintah Jepang untuk turut bersama membangun Kalimantan Barat khususnya sumber daya manusia (SDM) baik dari kalangan ahli waris maupun yang bukan ahli waris korban Jepang untuk di didik di Negeri Sakura itu.
Teman saya sesama wartawan, Amak Syarifudin dari Surabaya pernah bertanya: “Mengapa korban Jepang yang jumlahnya puluhan ribu itu hanya disebut Perintis Kemerdekaan?” Amak belum tahu bahwa di Kalbar banyak penghianat sejarah. Yang dianggap Pahlawan hanyalah mereka yang melawan penjajah Belanda, terutama pada class kedua tahun 1949 yang menuntut dibubarkannya DIKB yang didirikan oleh Sultan Hamid. II.
Saat itu hanya ada dua Daerah Istimewa, Kalimantan Barat/ DIKB dan Yogyakarta/ DIY. Jika saja bermunculan Hamid.II. lainnya tentu Kalbar sudah jauh lebih maju.
Kita juga berharap dengan dikeluarkannya Perda Tentang Hari Berkabung Daerah 28 Juni, Pemda perlu memperjuangakan mereka yang dibunuh satu generasi ini di sebut Pahlawan bukan Perintis Kemerdekaan dan Makam Juang Mandor dijadikan Makam Pahlawan.
Kita kenang para syuhada Bangsa dan kita teruskan cita-citanya. Jangan ada dendam di antara kita dan Jepang, mari kita bersama membangun Kalbar. Hidupkan persaudaraan yang abadi antara Jepang dan Kalimantan Barat, semoga YM Duta Basar Kerajaan Jepang juga mau memperhatikan Kalimantan Barat.
Wassalam,
Yayasan Sultan Hamid.II.
Ketua Umum,
Max Jusuf Alkadrie
Tuesday, July 17, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment