Thursday, June 28, 2007

Bantu Pendidikan Anak Cucu Korban Agresi Jepang


Hairul Mikrad
Borneo Tribune, Pontianak


Ditetapkannya 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah (HBD) disertai menaikkan bendera setengah tiang dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) disambut baik kalangan Kesultanan Pontianak. Anak-cucu korban keganasan Dai Nippon Jepang juga perlu mendapatkan perhatian serius.

Peristiwa tahun 1944 lalu masih terkenang di pikiran Pangeran Bendahara Kesultanan Pontianak, Syarif Joesoef Alkadrie. Saat itu dirinya baru berusia 6 tahun. Pagi yang cerah seusai salat subuh berubah ketakutan.
Kerabat Keraton Kesultanan Pontianak, baik anak-anak, orangtua, pria wanita dikumpulkan tentara Jepang di depan Keraton Kadriah. Laki-laki cendekia dibariskan di tiang besar. Tentara Jepang dengan beringas masuk ke Keraton menjemput Sultan Muhammad Alkadrie.
Sultan kala itu sudah berusia 75 tahun dan masih berdiri tegap. “Waktu itu Jepang masuk ke dalam Keraton mengambil Sultan. Jepang mau menyungkup kepala Sultan tetapi Sultan menolak dengan tetap berjalan menuju lapangan keraton sambil memutar-mutar sarung dengan dua belah tangannya dan saat itu Sultan mengucapkan kata ‘Assalam’,” kenangnya.
Menurut Pangeran Bendahara ini, seluruh lelaki dewasa diangkut Jepang dengan perahu menyusuri Sungai Kapuas ke depan Makorem. “Anak Sultan Pangeran Mas Perdana Putra berhasil kabur ke Sungai Ambawang. Namun sekitar dua minggu beliau menyerahkan diri karena dijanjikan Jepang, bila menyerah ayahnya-Sultan Muhamad- akan dibebaskan. Tetapi itu tinggalkan janji saja dan itu taktik Jepang menangkap Pangeran Mas,” ucap Syarif Joesoef
Kenangan itu masih terpatri di ingatan Syarif Joesoef dan beliau sangat berterimakasih Pemprov dan DPRD Kalbar memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap tragedi pembunuhan massal itu.
“Ditetapkannya Perda Hari Berkabung Daerah ini, saya sebagai anak korban kebengisan Jepang sangat berterimakasih. Perda yang diikuti dengan menaikkan bendera setengah tiang merupakan bentuk nyata dari eksekutif dan legislatif,” ucapnya.
Dengannya Perda tersebut, kata Syarif Joesoef berarti dirubahnya penyebutan ‘makam juang’ menjadi ‘makam pahlawan’. “Kita harapkan pemerintah Jepang meminta maaf kepada anak cucu korban keganasan mereka dan memberikan perhatian. Bantuan itu seperti pendidikan. Di Untan-kan ada Fakultas Kedokteran barangkali Jepang bisa bantu peralatan dan tenaga ahli. Ini lebih penting untuk generasi muda untuk membangun Kalbar,” ucapnya.
Selain itu juga, kata Ketua Umum Majelis Musyawarag Istana Kadriah ini, ada wacana pemerintah Jepang meminta maaf kepada masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Kalbar. Kedua, bendera setengah tiang ini akan mengingatkan generasi penerus ada kejadian sejarah keganasan Jepang yang menghabiskan satu generasi cerdik-cendikia di Kalbar. “Ini saran saya bagaimana jalan yang menuju jembatan Kapuas II diberi nama 28 Juni,” sarannya.
Sultan Keraton Kadriah Pontianak, Syarif Abu Bakar Alkadrie menyatakan menyambut baik dengan ditetapkannya 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah dan dinaikkannya bendera setengah tiang untuk memperingati keganasan agresi Jepang. “Kami dari Keraton Kadriah Pontianak sangat mendukung dengan ditetapkannya Hari Berkabung Daerah ini,” ucap Sultan ketika ditemui disela-sela melihat stand pada Indonesian Product Expo.Sultan menyarankan agar para pejuang, cendekia yang menjadi korban keganasan Jepang. “Kita sarankan agar para pejuang diangkat menjadi pahlawan nasional serta anak cucu korban agresi Jepang tersebut itu diberi bantuan pendidikan sehingga mereka bisa mendapatkan pendidikan layak dan tinggi,” saran Sultan.


Foto: Lukas B Wijanarko/Borneo Tribune

Versi cetak diterbitkan Borneo Tribune, tanggal 28 Juni 2007

No comments: