Budi Rahman
Borneo Tribune, Mandor
Memori kelam kebiadan bala tentara Dai Nippon terhadap putra-putri terbaik Kalbar kembali diperingati, Kamis (28/6) kemarin. Sejumlah pejabat daerah dan ahli waris istana dan dan anak cucu korban menghadiri upacara peringatan Hari Berkabung Daerah (HBD) di Makam Juang Mandor.
Upacara berlangsung khidmat dan penuh penghayatan di bawah sengatan matahari. Gubernur Kalbar H Usman Ja’far bertindak sebagai inspektur upacara.
Wajah Gubernur dan beberapa pejabat daerah lainnya seperti Wagub, Kapolda, Danrem, Danlanal, Danlanud, bersama jajaran Muspida nampak memerah. Keringat bercucuran tapi upacara tetap berjalan serius.
Pembesar-pembesar istana di Kalbar yang sanak keluarganya turut jadi korban tragedi Mandor juga nampak larut dalam kisah kelam masa lalu. Sultan Pontianak Syarif Abubakar Alkadrie bersama Panembahan Mempawah Gusti Mardan Adiwijaya, Pemangku Kraton Ismayana Landak Gusti Suryansyah serta Panembahan Sintang dan Sekadau nampak hadir dalam peringatan HBD ini. Keluarga istana dari masing-masing kerajaan pada periode 1942-1944 ini diyakini menjadi korban keganasan Jepang serta terkubur secara massal di Komplek Makam Juang Mandor.
Gubernur Usman Ja’far dalam upacara peringatan HBD kemarin memimpin prosesi penghormatan dan mengheningkan cipta bagi arwah para syuhada yang kini terbaring di areal perbukitan kawasan Mandor. Pembawa acara membacakan nama-nama korban Tragedi Mandor, namun tidak semua korban dibacakan. Hanya perwakilan nama-nama tokoh yang memiliki strata sosial dan kedudukan cukup penting di masyarakat yang sempat dibacakan.
Dari nama-nama yang dibacakan terdapat tokoh dari berbagai etnis dan profesi. Ada sosok Sultan, Pengajar, Pedagang, Dokter bahkan wartawan. Usai pembacaan doa dalam upacara kemarin Gubernur memimpin peletakan karangan bunga di monumen makam dan diikuti pejabat serta ahli waris istana lainnya. Usai melakukan peletakan karangan bunga, gubernur beserta rombongan melakukan tabur bunga ke sepuluh kuburan massal yang ada di Komplek Makam Juang Mandor.
Sebagaimana dilansir oleh media pada masa transisi penjajahan, Jepang memang telah menyusun rencana genosida untuk memberangus semangat perlawanan rakyat Kalbar kala itu. Borneo Shinbun, koran yang terbit pada masa itu mengungkap rencana tentara negeri samurai itu untuk membungkam kelompok pembangkang kebijakan politik perang Jepang. Tanggal 28 Juni diyakini sebagai hari pengeksekusian ribuan tokoh-tokoh penting masyarakat pada masa itu.
Kalbar kehilangan satu generasi terbaiknya, 21.037 nyawa menjadi tumbal keganasan dan kebiadaban tentara fasis negeri Matahari Terbit. Pada tanggal ini pula peresmian Makam Juang Mandor oleh Gubernur Kalbar, Kadarusno pada tahun 1977 dilakukan.
Tak terkira kerugian yang dialami oleh bangsa Indonesia di bawah pendudukan Jepang. Moril maupun materil bangsa Indonesia, khususnya Kalbar dirampas oleh tentara-tentara Jepang yang dikenal bengis dan biadab itu. Meski hanya 3 tahun Jepang bercokol di Indonesia namun keberingasan mereka mampu menyengsarakan kehidupan rakyat Indonesia yang berulang kali berpindah tangan dijajah para imperialis.
Peringatan HBD yang kini sudah memiliki payung hukum di Kalbar secara umum berlangsung semarak. Beberapa dinas, instansi pemerintah dan swasta nampak mengibarkan bendera setengah tiang sesuai surat edaran dari Gubernur Kalbar. Namun untuk rumah-rumah warga belum nampak banyak yang mengibarkan bendera tanda berkabung tersebut.
Usai mengikuti peringatan HBD, Gubernur Usman Ja’far mengakui masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk mendukung peringatan HBD tersebut. Payung hukum yang sudah dibuat dalam bentuk Perda Hari Bekabung Daerah nantinya bisa dijadikan dasar pijakan bagi penataan kawasan makam yang kondisinya cukup memprihatinkan. Pada kesempatan ini Gubernur berpesan agar peringatan ini tidak dijadikan sebagai pembangkit luka masa lalu, namun hendaknya dijadikan media mengenang jasa para pahlawan.
Anggota DPRD Kalbar, Awang Sofian Rozali yang turut dalam acara peringatan ini merasa prihatin dengan kondisi dan penataan situs bersejarah ini. “Fasilitas yang tersedia sangat minim,” keluhnya mengomentari kondisi WC yang jorok. “Hendaknya Pemprov berkoordinasi dengan Pemkab Landak untuk menata kawasan ini,” harap Ketua Fraksi Golkar ini saat mengayunkan langkahnya ke arah kuburan nomor 2 di areal Makam Juang Mandor.
Anggota Komisi B DPRD ini melihat sebenarnya Makam Juang Mandor ini bisa dijadikan sebagai kawasan wisata ziarah jika ditata dengan baik. Ia merasa prihatin dengan kondisi yang ada di sekitar makam para syuhada ini. Bukit-bukit tampak gundul gersang. Bahkan tak jauh dari lokasi makam, antara makan I dan makam 2 terdapat hamparan pasir luas dengan pohon dan tumbuhan yang merangas, genangan air tampak mengisi lubang-lubang bekas aktivitas penambangan emas liar (PETI). Ironis memang. “Sebenarnya akan sangat bagus kalau kawasan ini dihijaukan dengan pepohonan mulai langka di Kalbar ini,” usulnya.
Memori kelam atas kebiadaban dan kebangsatan Jepang ternyata juga menyisa pada salah satu pelaku sejarah tersebut. Kasilan seorang legiun veteran, anggota Heiho yang juga seorang Zibakutai (tentara berani mati) pada masanya sempat menuturkan tragedi kemanusiaan biadab di Abad 21 itu. “Suasana sepi waktu itu. orang kerjapun tak berani keluar. Sebab kalo keluar takut diangkut,” kenang kakek yang rambutnya sudah uban semua ini. “Jepang pakai truk DPO, Departement van Orlo, sisa perang dunia ke-2 untuk mengangkut ke sini,” ujarnya merujuk kendaraan yang digunakan untuk mengangkut para korban ke killing field di Mandor.
Menurut kisah Kasilan tentara Jepang sangat licik dan biadab terhadap rakyat. “Jepang membohongi warga dengan bikin isu Amerika mau menyerang. Mereka minta semua emas, intan berlian yang ada diserahkan untuk dibikin peluru menembak pesawat Amerika,” ujar pejuang yang hingga hari ini masih gigih menuntut ganti rugi atas haknya sebagai ex-Heiho kepada pemerintah Jepang.
Dalam peristiwa pembantaian di Mandor Jepang sangat licik dan jahat. Menurut Kasilan, untuk membuat liang-liang kubur para korban Jepang mengerahkan warga dari Sungai Durian untuk menggalinya. Mereka tidak diberi tahu untuk apa lubang tersebut digali. Setelah lubang-lubang itu menganga lebar para warga penggali liang itu menjadi penghuni pertama kuburan yang mereka gali sebelum disesaki oleh korban-korban berikutnya yang sudah dijemput masing-masing.
Tragedi Mandor memang teramat pilu untuk dikenang. Mengingat kebiadaban para tentara “penyembah matahari” terhadap para martir yang meregang nyawa demi Nusa dan Bangsa ini hati kita pasti tersayat. Mestinya generasi emas yang ada di Kalbar pada masanya itu dapat mewariskan sikap dan teladan patriot bagi generasi saat ini. Seperti tertulis di Monumen Makam Juang. Sudah seharusnya memang Peristiwa Mandor tak hanya dikenang, tapi bagaimana semangat melawan segala bentuk penjajahan harus terus dikobarkan. Termasuk keterbelakangan dan kebodohan yang masih menghinggapi akal sebagian besar warga Kalbar ini.
Borneo Tribune, Mandor
Memori kelam kebiadan bala tentara Dai Nippon terhadap putra-putri terbaik Kalbar kembali diperingati, Kamis (28/6) kemarin. Sejumlah pejabat daerah dan ahli waris istana dan dan anak cucu korban menghadiri upacara peringatan Hari Berkabung Daerah (HBD) di Makam Juang Mandor.
Upacara berlangsung khidmat dan penuh penghayatan di bawah sengatan matahari. Gubernur Kalbar H Usman Ja’far bertindak sebagai inspektur upacara.
Wajah Gubernur dan beberapa pejabat daerah lainnya seperti Wagub, Kapolda, Danrem, Danlanal, Danlanud, bersama jajaran Muspida nampak memerah. Keringat bercucuran tapi upacara tetap berjalan serius.
Pembesar-pembesar istana di Kalbar yang sanak keluarganya turut jadi korban tragedi Mandor juga nampak larut dalam kisah kelam masa lalu. Sultan Pontianak Syarif Abubakar Alkadrie bersama Panembahan Mempawah Gusti Mardan Adiwijaya, Pemangku Kraton Ismayana Landak Gusti Suryansyah serta Panembahan Sintang dan Sekadau nampak hadir dalam peringatan HBD ini. Keluarga istana dari masing-masing kerajaan pada periode 1942-1944 ini diyakini menjadi korban keganasan Jepang serta terkubur secara massal di Komplek Makam Juang Mandor.
Gubernur Usman Ja’far dalam upacara peringatan HBD kemarin memimpin prosesi penghormatan dan mengheningkan cipta bagi arwah para syuhada yang kini terbaring di areal perbukitan kawasan Mandor. Pembawa acara membacakan nama-nama korban Tragedi Mandor, namun tidak semua korban dibacakan. Hanya perwakilan nama-nama tokoh yang memiliki strata sosial dan kedudukan cukup penting di masyarakat yang sempat dibacakan.
Dari nama-nama yang dibacakan terdapat tokoh dari berbagai etnis dan profesi. Ada sosok Sultan, Pengajar, Pedagang, Dokter bahkan wartawan. Usai pembacaan doa dalam upacara kemarin Gubernur memimpin peletakan karangan bunga di monumen makam dan diikuti pejabat serta ahli waris istana lainnya. Usai melakukan peletakan karangan bunga, gubernur beserta rombongan melakukan tabur bunga ke sepuluh kuburan massal yang ada di Komplek Makam Juang Mandor.
Sebagaimana dilansir oleh media pada masa transisi penjajahan, Jepang memang telah menyusun rencana genosida untuk memberangus semangat perlawanan rakyat Kalbar kala itu. Borneo Shinbun, koran yang terbit pada masa itu mengungkap rencana tentara negeri samurai itu untuk membungkam kelompok pembangkang kebijakan politik perang Jepang. Tanggal 28 Juni diyakini sebagai hari pengeksekusian ribuan tokoh-tokoh penting masyarakat pada masa itu.
Kalbar kehilangan satu generasi terbaiknya, 21.037 nyawa menjadi tumbal keganasan dan kebiadaban tentara fasis negeri Matahari Terbit. Pada tanggal ini pula peresmian Makam Juang Mandor oleh Gubernur Kalbar, Kadarusno pada tahun 1977 dilakukan.
Tak terkira kerugian yang dialami oleh bangsa Indonesia di bawah pendudukan Jepang. Moril maupun materil bangsa Indonesia, khususnya Kalbar dirampas oleh tentara-tentara Jepang yang dikenal bengis dan biadab itu. Meski hanya 3 tahun Jepang bercokol di Indonesia namun keberingasan mereka mampu menyengsarakan kehidupan rakyat Indonesia yang berulang kali berpindah tangan dijajah para imperialis.
Peringatan HBD yang kini sudah memiliki payung hukum di Kalbar secara umum berlangsung semarak. Beberapa dinas, instansi pemerintah dan swasta nampak mengibarkan bendera setengah tiang sesuai surat edaran dari Gubernur Kalbar. Namun untuk rumah-rumah warga belum nampak banyak yang mengibarkan bendera tanda berkabung tersebut.
Usai mengikuti peringatan HBD, Gubernur Usman Ja’far mengakui masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk mendukung peringatan HBD tersebut. Payung hukum yang sudah dibuat dalam bentuk Perda Hari Bekabung Daerah nantinya bisa dijadikan dasar pijakan bagi penataan kawasan makam yang kondisinya cukup memprihatinkan. Pada kesempatan ini Gubernur berpesan agar peringatan ini tidak dijadikan sebagai pembangkit luka masa lalu, namun hendaknya dijadikan media mengenang jasa para pahlawan.
Anggota DPRD Kalbar, Awang Sofian Rozali yang turut dalam acara peringatan ini merasa prihatin dengan kondisi dan penataan situs bersejarah ini. “Fasilitas yang tersedia sangat minim,” keluhnya mengomentari kondisi WC yang jorok. “Hendaknya Pemprov berkoordinasi dengan Pemkab Landak untuk menata kawasan ini,” harap Ketua Fraksi Golkar ini saat mengayunkan langkahnya ke arah kuburan nomor 2 di areal Makam Juang Mandor.
Anggota Komisi B DPRD ini melihat sebenarnya Makam Juang Mandor ini bisa dijadikan sebagai kawasan wisata ziarah jika ditata dengan baik. Ia merasa prihatin dengan kondisi yang ada di sekitar makam para syuhada ini. Bukit-bukit tampak gundul gersang. Bahkan tak jauh dari lokasi makam, antara makan I dan makam 2 terdapat hamparan pasir luas dengan pohon dan tumbuhan yang merangas, genangan air tampak mengisi lubang-lubang bekas aktivitas penambangan emas liar (PETI). Ironis memang. “Sebenarnya akan sangat bagus kalau kawasan ini dihijaukan dengan pepohonan mulai langka di Kalbar ini,” usulnya.
Memori kelam atas kebiadaban dan kebangsatan Jepang ternyata juga menyisa pada salah satu pelaku sejarah tersebut. Kasilan seorang legiun veteran, anggota Heiho yang juga seorang Zibakutai (tentara berani mati) pada masanya sempat menuturkan tragedi kemanusiaan biadab di Abad 21 itu. “Suasana sepi waktu itu. orang kerjapun tak berani keluar. Sebab kalo keluar takut diangkut,” kenang kakek yang rambutnya sudah uban semua ini. “Jepang pakai truk DPO, Departement van Orlo, sisa perang dunia ke-2 untuk mengangkut ke sini,” ujarnya merujuk kendaraan yang digunakan untuk mengangkut para korban ke killing field di Mandor.
Menurut kisah Kasilan tentara Jepang sangat licik dan biadab terhadap rakyat. “Jepang membohongi warga dengan bikin isu Amerika mau menyerang. Mereka minta semua emas, intan berlian yang ada diserahkan untuk dibikin peluru menembak pesawat Amerika,” ujar pejuang yang hingga hari ini masih gigih menuntut ganti rugi atas haknya sebagai ex-Heiho kepada pemerintah Jepang.
Dalam peristiwa pembantaian di Mandor Jepang sangat licik dan jahat. Menurut Kasilan, untuk membuat liang-liang kubur para korban Jepang mengerahkan warga dari Sungai Durian untuk menggalinya. Mereka tidak diberi tahu untuk apa lubang tersebut digali. Setelah lubang-lubang itu menganga lebar para warga penggali liang itu menjadi penghuni pertama kuburan yang mereka gali sebelum disesaki oleh korban-korban berikutnya yang sudah dijemput masing-masing.
Tragedi Mandor memang teramat pilu untuk dikenang. Mengingat kebiadaban para tentara “penyembah matahari” terhadap para martir yang meregang nyawa demi Nusa dan Bangsa ini hati kita pasti tersayat. Mestinya generasi emas yang ada di Kalbar pada masanya itu dapat mewariskan sikap dan teladan patriot bagi generasi saat ini. Seperti tertulis di Monumen Makam Juang. Sudah seharusnya memang Peristiwa Mandor tak hanya dikenang, tapi bagaimana semangat melawan segala bentuk penjajahan harus terus dikobarkan. Termasuk keterbelakangan dan kebodohan yang masih menghinggapi akal sebagian besar warga Kalbar ini.
Foto: By Lukas B Wijanarko/Borneo Tribune
Versi cetak diterbitkan Borneo Tribune tanggal 29 Juni 2007
No comments:
Post a Comment