Thursday, June 28, 2007

Peranan Sejarah Kebangkitan Bangsa dan Peristiwa Mandor


Oleh M Natsir*)

Berbicara tentang kebangkitan tidak pernah lepas dari ingatan tentang organisasi Budi Utomo yang didirikan oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dan dr. Sutomo sebuah gagasan besar yang melahirkan suatu pemikiran revolusioner, bahwa bangsa Indonesia harus bangkit dan mempunyai kesadaran untuk membangun sebuah kehidupan yang lebih baik. Ide besar yang dikemukakan sebenarnya ingin membangun sebuah kehidupan yang lebih baik. Ide dasar yang dikemukakan sebenarnya ingin membangun jati diri mozaik bangsa yang harus diperhitungkan oleh bangsa-bangsa di dunia. Tidak hanya organisasi Budi Utomo akan tetapi organisasi yang lainnya juga ikut berperan dalam memperjuangkan bangsa Indonesia. Organisasi yang dikenal dengan tokoh-tokoh nasionalisme Indonesia di antaranya, Soewardi, Tjipto, Soekarno, Muhammad Hatta dan banyak lagi yang menorehkan tinta emas di dalam lembaran sejarah Indonesia.
Tujuan dari para tokoh nasional adalah untuk memperjuangkan bangsa Indonesia agar dapat bebas dan merdeka dan terlepas dari belenggu penjajah. Kalimantan Barat juga mempunyai organisasi yang bernama Young Sambas yang lahir pada tanggal 17 Juni 1972 yang dipimpin oleh H Ahmad Mesir Areani Hardigaluh-Abdullah Siddik dan Munzir Imran. Perkumpulan ini hanya bergerak dalam pendidikan dan kepanduan , yang hampir tidak jauh berbeda dengan organisasi Young Java, Young Sumatra, Bond Young Ambon, dan Young Celebes, akan tetapi menjelang lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, maka organisasi lokal yang berhaluan Propinsilistik dengan sendirinya membubarkan diri (Machrus Effendy, Sejarah Perjuangan Kalimantan Barat 1982, halaman 38). Jika dilihat dari organisasi yang bersifat kedaerahan, akan tetapi secara keseluruhan adalah bagian bagian dari organisasi yang ikut berperan dalam menentukan percaturan politik di tanah air. Kalbar ikut serta sebagai salah satu Provinsi di Indonesia mempunyai andil dan berperan membangun jati diri bangsa melalui putra-putri yang terbaik, daro lintasan sejarah bahwa kerajaan yang ada, di Kalbar juga melahirkan nama-nama yang cukup diperhitungkan baik tingkat nasional maupun dunia. Di Kalbar dari para ulama tingkat dunia yang cukup terkenal diantaranya. Syech Ahmad Hatib Sambas, Gusti Jamiril Adijaya dari Mempawah, H Ismail Abdul Karim (Ismail Mundu) Mupti Kerajaan Kubu, Abdul Kadir Pahlawan Nasional dari Sintang, Sultan Muhammad II pencipta lambang negara dari kesultanan Pontianak.
Politik adu domba (devide at impera) penjajah tetap saja memperhitungkan bahwa salah satu daerah yang harus ditaklukkan adalah Kalbar. Juah sebelum bangsa Indonesia merdeka dan sejak zaman penjajahan Belanda bahwa Kalbar cukup terkenal dengan mempunyai sumber daya alam yang cukup kaya, terbukti dengan jalur sutra pada abad 17 perebutan intan kobi di Sukadana Kabupaten Ketapang. Sumber daya manusia yang cukup potensial yang lahir dari berbagai kalangan masyarakat juga menjadi salah satu sasaran yang harus ditaklukkan sehingga sebuah peristiwa memilukan yang dikenal dengan peristiwa Mandor pada tahun 1944 menghabiskan sebagian generasi terbaik Kalbar.

Masuknya Jepang di Kalbar
Pasukan Jepang yang pertama kali mendarat di Pemangkat pada tahun 1942. Kedatangan bangsa Jepang ke Kalbar sebagai sebuah strategi untuk menaklukkan bangsa Indonesia dan mencari perhatian guna menarik simpatik masyarakat dengan politik dan semboyannya adalah Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia. Gerakan yang dijalankan adalah sebuah tipu muslihat agar rakyat dapat berlindung dan terlepas dari penjajahan sebelumnya. Kedatangan Jepang hanya menambah kesengsaraan. Kaum imprealisme tidak akan bertindak yang menguntungkan bagi wilayah yang dijajah. Perilaku yang tidak bersahabat, tekanan kehidupan yang semakin sengsara membangkitkan sebuah kesadaran kolektif semua elemen anak bangsa, secara diam-diam mengadakan kesepakatan untuk mengadakan perlawanan, agar tidak secara terus menerus menjadi perahan penjajah. Maka bangkitlah para pemuda mengadakan pemberontakan dan perlawanan dan menyatakan ingin merdeka dan terlepas dari kaum penjajah.
Rakyat Kalbar melakukan pemberontakan di berbagai tempat. Para pemuda-pemudi yang sebelumnya dilatih oleh Jepang berbalik melawan Jepang. Pada tanggal 14 April 1943, Syuutizityo mengadakan rapat pertama. Rapat tersebut dihadiri oleh 12 penambahan serta pejabat tinggi setempat. Alasan diadakannya rapat adalah untuk membahas masalah keamanan ternyata hal tersebut adalah sebuah tipu muslihat Jepang. Pada tanggal 23 April 1943, raja-raja di tangkap dan di tahan di markas Kompetai. Penangkapan secara besar-besaran terjadi pada tanggal 24 Mei 1944, saat berlangsungnya konferensi Nissikai di Pontianak, tepatnya di gedung Medan Sepakat di Landraagweg no 12 (Jalan Jenderal Urip Pontianak sekarang). Para tokoh-tokoh yang dianggap berbahaya bagi Jepang banyak ditangkap dengan mendatangi rumah masing-masing. Para korban tragedi Mandor terdiri atas pemuka masyarakat, tokoh pemuda, tokoh pergerakan, cendikiawan, dokter, hartawan dan usahawan yang berada di Kalbar yang jumlahnya tidak terhitung. Karena pembantaian tersebut sejak kedatangan Jepang sampai berakhirnya pada tahun 1944. Seluruh wilayah Kalbar menjadi target pembantaian karena Jepang memahami bahwa pada saat itu wilayah Kalbar kekuasaan masih dipegang oleh raja-raja. Banyak pembantaian yang dilakukan Jepang dilokasi yang berlainan tempat. Sehingga pada zaman tersebut sangat sulit untuk membawa ke luar lokasi di karenakan kendaraan yang tidak begitu banyak, transportasi melalui perairan maupun darat dengan medan yang begitu sulit pasukan Jepang dengan jalan pintas mengeksekusi secepat mungkin untuk mengejar target berikutnya.
Peristiwa 28 Juni 1944 adalah sebuah tonggak sejarah yang harus dikenang sepanjang masa oleh masyarakat Kalbar maupun bangsa Indonesia pada umumnya. Tersebut nama-nama yang tidak mampu untuk dicatat secara keseluruhan, akan tetapi hanya sebagian nama-nama yang tercatat pada pemberitaan Borneo Shimbun, Juli 1944. para korban yang menjadi target banyak diciduk di malam hari oleh para balatentara, ada yang dibunuh ditempat dan ada juga yang dibawa pada suatu lokasi yang tidak diketahui oleh masyarakat umum. Tangan terikat dan mata tertutup karung goni, para korban dilakukan dengan cara-cara yang tidak manusiawi, ada yang dipancung dengan samurai, disiksa dan bahkan dihabisi didepan anak istri.
Pergerakan pemuda yang dilakukan tidak hanya di kota akan tetapi di daerah pedalaman seperti daerah Ngabang Kabupaten Landak pada tanggal 8 Juli 1945 di Sengah Temila dilakukan pengibaran bendera merah putih. Upacara di Sengah Temila dipusatkan di Sepatah yang dipimpin oleh Bardan Nadi dan Gusti Muhammad Saleh Aliudin. Tujuh hari sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Pada 8 Agustus 1945, dilakukan upacara pengibaran bendera merah putih di Darit Menyuke. Pengibaran bendera merah putih di Darit Menyuke dipimpin oleh Kimas Akil Abdurchman dan penggereknya Hamdan Budjang dan Gusti Muhammad Saleh Tahir. Para pemuda dengan resiko yang besar gagah berani, mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kebangkitan yang telah dilakukan oleh para pemuda dahulu untuk melepaskan diri dari belenggu kaum penjajah namun kini di daerah modern dan globalisasi, kesadaran rasa kebangkitan dan nilai-nilai patriotisme semangat tersebut akan menjadi tugas dan tanggungjawab semua elemen bangsa dan khususnya bagi generasi muda Kalbar untuk menentukan jati diri bangsa dan khususnya bagi generasi muda Kalbar untuk menentukan jati diri bangsa agar dapat sejajar dengan peradaban dunia. Masa kini bangsa Indonesia dihadapkan pada era globalisasi dengan bentuk penjajahan modern, sains dan teknologi menjadi senjata pamungkas para kaum borjuis dengan pola penjajahan bentuk baru. Rasa nasionalisme kesadaran dan semangat kebersamaan harus dibangun jika kesadaran dan kebersamaan harus dibangun jika kesadaran dan kebersamaan tidak diprioritaskan maka juga akan melahirkan penjajah bagi bangsa sendiri.
Masa depan bangsa ada ditangan pemuda, pemuda adalah generasi cemerlang. Semangat yang perlu ditanamkan adalah kesadaran diri baik dengan diri sendiri maupun lingkungan. Melalui pendidikan baik yang formal maupun non formal pendidikan yang didapat melalui sebuah proses yang benar. Tentunya akan melahirkan pemuda yang bermental kuat dan mempunyai pola fikir yang maju dan dimbangi dengan emosional, disiplin, percaya diri dan berakhlak yang baik. Kesemuanya itu mewarnai kehidupan dan memang harus dilatih sejak dini. Perlunya kesadaran dengan nilai-nilai kebersamaan dan merajut kembali, menata kehidupan bersama dan menatap masa depan dan membangun masyarakat yang madani menjadi tujuan utama.
Kebangkitan para pemuda yang timbul dari sebuah kesadaran dan anti kolonial, yang melahirkan kesadaran kolektif dan solidaritas yang melambangkan identitas nasional berdasarkan kesadaran historis. Wawasan pembangunan berpedoman berdasarkan kesepakatan bangsa. Pemerataan pendidikan mental dan spritual dan nilai moral yang harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan secara komprehensif, penanaman nilai-nilai budaya melalui kearifan lokal dapat ditingkatkan, sehingga tidak menjelma sebagai hanya rasa kesatuan akan tetapi rasa kebersamaan dan solidaritas di dalam kehidupan bersama.
Berbagai perspektif dan paradigma yang dikemukakan, hal yang mendasar dan patut untuk tetap dipertahankan adalah rasa nasionalisme. Menjunjung tinggi nilai-nilai di dalam kehidupan dan tidak mudah untuk melupakan jasa-jasa pahlawan bangsa. Kebangkitan dan kesadaran sebagai anak bangsa merupakan sebuah perjuangan untuk menjunjung tinggi rasa penghormatan yang patut diberikan. Pada tanggal 28 Juni 2007, saat yang tepat pemerintah Kalimantan Barat menjadikan hari tersebut menjadi Hari Berkabung Daerah guna mengenang peritiwa Mandor dan menyatakan hormat setinggi-tingginya kepada para syuhada yang telah mendarma baktikan seluruh kehidupannya. Wawasan perjuangan menjadi pergulatan batin untuk menentukan jati diri bangsa, bukan akan menjadi sebuah primordial masa silam dan terjebak pada masa kejayaan akan tetapi pergulatan itu untuk menentukan secara arif akan kemajuan peradaban untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

*) Penulis adalah peneliti budaya pada Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak dan staf edukasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untan

Foto: By Lukas B Wijanarko
Versi cetak diterbitkan di Borneo Tribune, tanggal 28 Juni 2007

No comments: