Nur Iskandar
Borneo Tribune, Pontianak
Darah pejuang yang membasahi persada khatulistiwa ibarat bunga kusuma bangsa. 21.037 jiwa lintas etnis dan agama dikubur secara massal di sebuah wilayah yang kini dikenal dengan Taman Makam Juang Mandor—sekitar 80 km dari Kota Pontianak.
Tak semua warga Kalbar, apalagi nasional yang mengetahui kisah detil Mandor di tahun 1942-1945. Berbagai upaya pun dilakukan.
Bagaimana sejarah lahirnya Hari Berkabung Daerah? Mulanya adalah perjuangan tiada putus dari generasi-generasi terdahulu, baik di lingkungan keluarga korban, DHD 1945, akademisi, tokoh masyarakat dan insan pers yang intens memperhatikan potensi-potensi pembangunan daerah.
Selaku jurnalis saya memandang perjuangan itu sifatnya proses yang sinambung. Siapa saja patut membunyikannya. Sampailah pada saat rapat evaluasi panitia HUT Kemerdekaan RI di tahun 2005. Ketika itu Gubernur Usman Ja’far bertanya kepada anggota “kabinetnya”, “Apalagi yang mau diusulkan sebagai bagian dari kegiatan HUT RI di Kalbar?”
Usul demi usul bermunculan, hingga akhirnya saya pun mengacungkan jari. Sesungguhnya jika dihitung-hitung, saya bukanlah anggota kabinet Usman Ja’far, tapi saya merasa perlu urun rembug sebagai warga Kalbar.
Piawainya Usman Ja’far, dia membolehkan anggota “luar” kabinet berbicara dalam rapat yang saat itu dihelat di rumah dinasnya “Pendopo”. Saya pun angkat suara.
Saya mengatakan apa yang sudah pernah saya dengar dari para pejuang terdahulu agar Mandor mendapatkan perhatian serius. Demikian karena situs kejuangan ini semakin merana. Ada penambangan liar di sana sementara nilai historisnya luar biasa. Ia menyangkut pejuang-pejuang dari hampir seluruh wilayah di Kalbar. Oleh karena itu jika dikelola secara profesional ini adalah simbol harmonis dalam etnis.
Usul seminar nasional pun dilancarkan. Gubernur pun setuju. Asisten Setda yang saat itu dijabat Drs Kamaruzaman, MM menjadi leading sektornya. Tak pelak seminar nasional pun digelar di Rektorat Untan dengan rekomendasi Hari Berkabung Daerah serta menjadikan Mandor sebagai Taman Makam Pahlawan, bukan lagi Taman Makam Juang.Cukup banyak rekomendasi yang dihimpun dalam seminar Agustus dua tahun lalu itu yang draftya sebagian kini dibahas untuk naskah Raperda HBD. (bersambung)
Borneo Tribune, Pontianak
Darah pejuang yang membasahi persada khatulistiwa ibarat bunga kusuma bangsa. 21.037 jiwa lintas etnis dan agama dikubur secara massal di sebuah wilayah yang kini dikenal dengan Taman Makam Juang Mandor—sekitar 80 km dari Kota Pontianak.
Tak semua warga Kalbar, apalagi nasional yang mengetahui kisah detil Mandor di tahun 1942-1945. Berbagai upaya pun dilakukan.
Bagaimana sejarah lahirnya Hari Berkabung Daerah? Mulanya adalah perjuangan tiada putus dari generasi-generasi terdahulu, baik di lingkungan keluarga korban, DHD 1945, akademisi, tokoh masyarakat dan insan pers yang intens memperhatikan potensi-potensi pembangunan daerah.
Selaku jurnalis saya memandang perjuangan itu sifatnya proses yang sinambung. Siapa saja patut membunyikannya. Sampailah pada saat rapat evaluasi panitia HUT Kemerdekaan RI di tahun 2005. Ketika itu Gubernur Usman Ja’far bertanya kepada anggota “kabinetnya”, “Apalagi yang mau diusulkan sebagai bagian dari kegiatan HUT RI di Kalbar?”
Usul demi usul bermunculan, hingga akhirnya saya pun mengacungkan jari. Sesungguhnya jika dihitung-hitung, saya bukanlah anggota kabinet Usman Ja’far, tapi saya merasa perlu urun rembug sebagai warga Kalbar.
Piawainya Usman Ja’far, dia membolehkan anggota “luar” kabinet berbicara dalam rapat yang saat itu dihelat di rumah dinasnya “Pendopo”. Saya pun angkat suara.
Saya mengatakan apa yang sudah pernah saya dengar dari para pejuang terdahulu agar Mandor mendapatkan perhatian serius. Demikian karena situs kejuangan ini semakin merana. Ada penambangan liar di sana sementara nilai historisnya luar biasa. Ia menyangkut pejuang-pejuang dari hampir seluruh wilayah di Kalbar. Oleh karena itu jika dikelola secara profesional ini adalah simbol harmonis dalam etnis.
Usul seminar nasional pun dilancarkan. Gubernur pun setuju. Asisten Setda yang saat itu dijabat Drs Kamaruzaman, MM menjadi leading sektornya. Tak pelak seminar nasional pun digelar di Rektorat Untan dengan rekomendasi Hari Berkabung Daerah serta menjadikan Mandor sebagai Taman Makam Pahlawan, bukan lagi Taman Makam Juang.Cukup banyak rekomendasi yang dihimpun dalam seminar Agustus dua tahun lalu itu yang draftya sebagian kini dibahas untuk naskah Raperda HBD. (bersambung)
Foto: By Lukas B Wijanarko
Versi cetak diterbitkan Borneo Tribune tanggal 24 Juni 2007
Versi cetak diterbitkan Borneo Tribune tanggal 24 Juni 2007
No comments:
Post a Comment