Thursday, June 28, 2007

Dai Nippon Bengis dan Biadab (bagian 1)


Andry
Borneo Tribune, Pontianak

Apapun premisnya, segala bentuk imperialisme di muka bumi ini adalah kejam. Penjajah adalah kaum penindas dan menghegemoni segala bentuk kebebasan, baik secara personal maupun dalam bentuk negara berdaulat sekalipun.

Makam Juang Mandor merupakan saksi bisu atas perjuangan rakyat Kalimantan Barat. Pembantaian yang dilakukan Dai Nippon amat bengis dan biadab. Menurut data Surat Kabar Jepang Borneo Shinbun dalam kurun waktu 1942-1945 rakyat Kalbar yang “dipenggal” mencapai 21.037 jiwa. Korban yang tewas itu sebagian besar adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, pimpinan/sultan, pangeran serta cerdik-cendikia yang multi etnis. Para korban tersebut merupakan catatan sejarah yang tidak boleh dilupakan.
Dampak yang dirasakan masyarakat Kalbar telah kehilangan ribuan orang yang mereka cintai serta membawa dampak duka yang mendalam. Di sisi lain hilangnya para pemimpin dan kaum cerdik pandai memerlukan waktu lama untuk menciptakan generasi baru dalam mengisi pembangunan di Kalbar.

Salah seorang tokoh keturunan Tionghoa yang tak luput menjadi korban keganasan Jepang kala itu adalah Lie Bak Khim (33). Dia adalah seorang pejabat setingkat Lurah di wilayah pasar Seroja kala itu. Sebelum hari naas menemuinya, Lie Bak Khim telah mendengar informasi bahwa akan ada rencana dari pihak Jepang untuk membinasakan setiap orang yang diklasifikasikan sebagai kaum pintar, cerdik pandai, kaya dan memiliki kedudukan. Kabar itu diterima dari salah seorang sepupunya yang waktu itu sebagai seorang dokter, bernama Lim Bak Chai, melalui sepucuk surat.

Lim Bak Chai menyuruh Lie Bak Khim untuk segera berangkat meninggalkan Kota Pontianak menuju ke Semarang, ke tempat salah seorang teman Lim Bak Chai untuk berlindung sementara waktu. Saran itu pun lantas dituruti oleh Lie Bak Khim. Ibarat pepatah mengatakan ‘untung tak bisa diraih malang tak bisa ditolak’ begitulah yang di alami oleh Lie Bak Khim. Siang hari ketika ia sedang mengemasi barang-barang yang hendak dibawa berangkat ke Semarang pada malam harinya tiba-tiba datang beberapa serdadu Jepang dan membawanya secara paksa dari rumahnya. Sesaat sebelum ditangkap, ia menyempatkan diri untuk menelan surat yang dikirimkan oleh sepupunya. Dengan harapan agar sepupunya tidak terlibat dan menjadi korban berikutnya. Lie Bak Khiem tahu bahwa Dai Nippon amat kejam dan bengis. Beberapa orang sebelum dirinya telah menjadi korban dengan kepala disungkup untuk kemudian tak pernah kembali lagi. (Bersambung)

Foto: By Lukas B Wijanarko
Versi cetak diterbitkan Borneo Tribune tanggal 22 Juni 2007

No comments: