Setelah kunjungan tanggal 22 juni 2008, pada Tanggal 24 Juni Saya kembali ke Komplek Makam Juang Mandor, kali ini misi saya sederhana saya, ingin mengenalkan situs sejarah perjuangan Mandor ini kepada anak anakku, sebenarnya mereka sudah beberapa kali diajak singgah ke Makam ini, namun kali ini saya ingin mereka mendatanginya dari sisi sejarah perjuangan Bangsa Indonesia khususnya di Kalbar.
Kami sampai di areal jam 13.30, saat itu matahari bersinar terik sekali, segera saya menemui Pak Samad, penjaga Makam Juang Mandor, memperkenalkannya dengan anak anak dan berbincang sejenak, sempat saya berikan HP agar bisa berkomunikasi dengan Nur Iskandar Pimred Borneo Tribune di Pontianak, setelah minta ijin dan meminjam kunci untuk membuka gembok di jalan masuk menuju areal pemakaman saya mengajak anak anak menuju diarama kejadian Mandor yang melukiskan berbagai adegan peristiwa Mandor, mulanya ada keengganan anak anak untuk berpindah dari nyamannya kesejukan AC mobil ke lapangan terbuka dan disengat sinar Matahari, namun begitu saya mulai bercerita tentang peristiwa Mandor sambil menjelaskan adegan demi adegan yang terdapat pada relief di dinding semen, segera anak anakku takjub, tengelam dalam perenungan alam pemikirannya kemudian berbagai pertanyaan mulai muncul dari mulut mereka yang mungil.
“ Pa, mengapa Ibu penjual buah ini di tendang Jepang ? apa salahnya ?
“Lihat Pa ! dua ekor Ayam ini mau di Injak Jepang .... “
“Papa ! Bapak yang pakai kacamata itu dokter ya ? Dion lihat ada stetoskop yang di pakainya.”
“Papa lihat ada orang yang di injak injak ....”
Pada saat sampai diakhir kisah saya sampaikan setelah Negara Jepang kena Bom Atom di Nagasaki dan Hirosima oleh Amerika, Maka kekuatan Jepang berkurang dan akhirnya sebagian dibunuh oleh rakyat Kalbar yang marah karena perbuatannya Jepang.
“Papa, mau lihat Jepang yang dibunuh pejuang kita !
Tuh yang Botak dan tengkurap itu ... tunjuk saya pada relief yang terakhir.
Kemudian kami masuk kedalam mobil untuk mengunjungi lubang lubang pemakaman massal karena jarak satu makam ke yang lainnya cukup jauh.
“ Papa lihat ada korban Jepang yang wartawan !” seru Dion yang membaca papan pengumuman di bagian depan rumah Pak Samad, yang memuat sebagian kecil data korban berikut keterangan profesinya, Dion semakin takjub dan paham bahwa sampai wartawanpun jadi korban keganasan Jepang saat itu.
“ Papa nanti kalo ada artis Jepang kita tinju ya !” cetus anakku Dion tiba tiba, dia pengemar powerrangger dan doraemon flim buatan Jepang, entah apa yang melintas dalam pikirannya, segera saya menjelaskan bahwa meninju artis Jepang itu bukan tindakan yang baik, mereka juga tidak tahu dan belum tentu setuju dengan tindakan serta kekejaman tentara Jepang masa lalu, kita datang kesini untuk belajar sejarah, bukan untuk membuka dendam kepada siapapun, saya lantas kuatir bahwa tujuan utama saya untuk memberikan informasi sejarah perjuangan Kalbar kepada anak saya, malah menghasilkan perasaan dendam pada benaknya kepada Jepang.
Semoga tidak !
kita memang pantas marah dengan kekejaman Jepang yang menelan satu generasi Rakyat Kalbar sejumlah 21.037 jiwa, namun bukan dendam.
Dalam kunjungan ini saya kuatir jika kemarahan anak anak saya bertambah dengan penjelasan saya bahwa hamparan pasir putih di sisi kiri jalan menuju makam 1 adalah akibat pertambangan emas liar dan bahwa sebenarnya kiat sendiri kurang menunjukan kemampuan untuk menghargai pengorbanan para pejuang kemerdekaan yang terkubur disini, namun mereka hanya diam saja ... entah apa yang ada didalam benak mereka ...
Dalam beberapa hari ini, masih ada berbagai pertanyaan yang muncul dari anak anak saya sehubungan dengan Makam Mandor, umumnya minta di ceritakan kembali kejadian Mandor, saya mendambakan adanya sebuah buku berupa komik yang bercerita tentang Makam Mandro dan sejarah perjuangannya, pasti saya akan jadi pembeli yang pertama untuk anak anakku ...
Pontianak, 25 Juni 2008
Salam Hangat,
Andreas Acui Simanjaya
Kami sampai di areal jam 13.30, saat itu matahari bersinar terik sekali, segera saya menemui Pak Samad, penjaga Makam Juang Mandor, memperkenalkannya dengan anak anak dan berbincang sejenak, sempat saya berikan HP agar bisa berkomunikasi dengan Nur Iskandar Pimred Borneo Tribune di Pontianak, setelah minta ijin dan meminjam kunci untuk membuka gembok di jalan masuk menuju areal pemakaman saya mengajak anak anak menuju diarama kejadian Mandor yang melukiskan berbagai adegan peristiwa Mandor, mulanya ada keengganan anak anak untuk berpindah dari nyamannya kesejukan AC mobil ke lapangan terbuka dan disengat sinar Matahari, namun begitu saya mulai bercerita tentang peristiwa Mandor sambil menjelaskan adegan demi adegan yang terdapat pada relief di dinding semen, segera anak anakku takjub, tengelam dalam perenungan alam pemikirannya kemudian berbagai pertanyaan mulai muncul dari mulut mereka yang mungil.
“ Pa, mengapa Ibu penjual buah ini di tendang Jepang ? apa salahnya ?
“Lihat Pa ! dua ekor Ayam ini mau di Injak Jepang .... “
“Papa ! Bapak yang pakai kacamata itu dokter ya ? Dion lihat ada stetoskop yang di pakainya.”
“Papa lihat ada orang yang di injak injak ....”
Pada saat sampai diakhir kisah saya sampaikan setelah Negara Jepang kena Bom Atom di Nagasaki dan Hirosima oleh Amerika, Maka kekuatan Jepang berkurang dan akhirnya sebagian dibunuh oleh rakyat Kalbar yang marah karena perbuatannya Jepang.
“Papa, mau lihat Jepang yang dibunuh pejuang kita !
Tuh yang Botak dan tengkurap itu ... tunjuk saya pada relief yang terakhir.
Kemudian kami masuk kedalam mobil untuk mengunjungi lubang lubang pemakaman massal karena jarak satu makam ke yang lainnya cukup jauh.
“ Papa lihat ada korban Jepang yang wartawan !” seru Dion yang membaca papan pengumuman di bagian depan rumah Pak Samad, yang memuat sebagian kecil data korban berikut keterangan profesinya, Dion semakin takjub dan paham bahwa sampai wartawanpun jadi korban keganasan Jepang saat itu.
“ Papa nanti kalo ada artis Jepang kita tinju ya !” cetus anakku Dion tiba tiba, dia pengemar powerrangger dan doraemon flim buatan Jepang, entah apa yang melintas dalam pikirannya, segera saya menjelaskan bahwa meninju artis Jepang itu bukan tindakan yang baik, mereka juga tidak tahu dan belum tentu setuju dengan tindakan serta kekejaman tentara Jepang masa lalu, kita datang kesini untuk belajar sejarah, bukan untuk membuka dendam kepada siapapun, saya lantas kuatir bahwa tujuan utama saya untuk memberikan informasi sejarah perjuangan Kalbar kepada anak saya, malah menghasilkan perasaan dendam pada benaknya kepada Jepang.
Semoga tidak !
kita memang pantas marah dengan kekejaman Jepang yang menelan satu generasi Rakyat Kalbar sejumlah 21.037 jiwa, namun bukan dendam.
Dalam kunjungan ini saya kuatir jika kemarahan anak anak saya bertambah dengan penjelasan saya bahwa hamparan pasir putih di sisi kiri jalan menuju makam 1 adalah akibat pertambangan emas liar dan bahwa sebenarnya kiat sendiri kurang menunjukan kemampuan untuk menghargai pengorbanan para pejuang kemerdekaan yang terkubur disini, namun mereka hanya diam saja ... entah apa yang ada didalam benak mereka ...
Dalam beberapa hari ini, masih ada berbagai pertanyaan yang muncul dari anak anak saya sehubungan dengan Makam Mandor, umumnya minta di ceritakan kembali kejadian Mandor, saya mendambakan adanya sebuah buku berupa komik yang bercerita tentang Makam Mandro dan sejarah perjuangannya, pasti saya akan jadi pembeli yang pertama untuk anak anakku ...
Pontianak, 25 Juni 2008
Salam Hangat,
Andreas Acui Simanjaya
No comments:
Post a Comment