Monday, June 30, 2008

Peziarah Datang dari Jakarta dan Hongkong


Isak Tangis dan Haru di Makam 10

Jessica Wuysang
Borneo Tribune, Pontianak

Ziarah di Hari Berkabung Daerah, Sabtu (28/6) berlangsung istimewa. Keluarga korban dari Jakarta turut mengikuti upacara.
Chai Min Fa duduk bersimpuh memeluk sebuah frame foto dengan tampilan wajah ayahnya Alm. Chai Chon Bong yang tewas 64 tahun yang lalu saat pembantaian tentara Jepang. Ketika itu Chai Min Fa masih berumur 5 tahun saat ayahanda tercinta dijemput paksa oleh tentara Jepang di kediamannya.
Chai Min Fa tidak datang sendiri. Dia membawa anggota keluarganya secara khusus untuk mengikuti upacara HBD.
“Saya tidak akan pernah mau menginjakkan kaki di Jepang!” ujar Chai Min Fa dengan mata basah oleh air mata ketika ditemui di Makam ke-10 Mandor, hari Sabtu (28/6). Ia masih tersedu dengan diiringi pula dengan derai air mata serta suara tertahan di dada oleh istri dan anak-anaknya. Ia sengaja datang dari Jakarta sekeluarga untuk mengikuti upacara Hari Berkabung Daerah.
Memori tentang penjemputan secara paksa yang dilakukan masih membekas hingga kini dan tak akan pernah terlupakan olehnya. Hal itu sangat jelas terlihat ketika Beliau menangis tersedu-sedu saat memeluk foto sang ayah.
Tak ayal para pengunjung yang kebanyakan adalah wanita turut menitikkan air mata. Seakan dapat merasakan hal yang sama.
Syarif Simon Alkadrie, putra dari Ratu Perbu atau keponakan dari Sultan Hamid II juga tak urung menahan tangis. “Bagi kami, tragedi Jepang memang pilu,” bisiknya.
Tak hanya Chai Min Fa yang terpukul saat melihat foto sang ayah yang terpajang rapi bersama puluhan foto lain di Makam ke-10 Mandor. Saat itu terlihat beberapa lelaki dan wanita tua yang menangis di depan sebuah foto yang diakui sebagai ayah, ibu, paman, bibi atau buyut.
Beragam reaksi ketika ditanyakan apakah mereka masih merasakan dendam pada Jepang karena telah merenggut orang-orang tercinta, bagian dari dirinya.
Ada yang menjawab dengan tulus bahwa Ia memaafkan dan sama sekali tak terbersit rasa dendam sedikit pun. Tapi ada juga yang menjawab dengan nada keras bahwa Ia sangat membenci, bahkan sama sekali tidak mau menonton film-film buatan Jepang. Terdengar aneh tapi sangat bisa dimaklumi.
“Saya sampai sekarang tak bisa menonton film Jepang. Ibunda saya Ratu Perbu setiap ditayangkan film seri Oshin di televisi langsung minta dimatikan,” imbuh pria yang akrab disapa Om Simon.
Bayangkan betapa menyedihkan perasaan yang harus dialami oleh para korban Mandor, dari sejak ditangkap Jepang sampai pada hari ini. Awalnya saat mulai ditangkapi Jepang, sebagian besar orang yang takut terimbas dan ikut ditangkap saat itu berpura pura tidak mengenal dan bahkan menganggap bahwa yang ditangkap Jepang itu memang pesakitan yang bersalah dan pantas di hukum.
Setelah dibawa ke Mandor, mereka di kurung di areal yang sekarang adalah pemakaman Mandor. Para penjuang yang ditangkap ditempatkan di penjara alam yang di pagari kawat berduri dan dijaga tentara Dai Nippon.
Makam Juang Mandor kini telah menjadi Monumen Daerah Mandor sesuai Perda No 5 Tahun 2007 memang merupakan situs Sejarah Perjuangan yang sangat penting artinya bagi seluruh rakyat Kalimantan Barat. Bagaimana tidak, di atas tanah ini terkubur 21.037 jiwa yang secara kejam di bunuh oleh Jepang yang saat itu begitu terobsesi untuk mengubah generasi muda Kalbar pada masa itu menjadi Jepang. Serta merta, perasaan bergidik menyelimuti diri ketika harus menyaksikan 10 makam yang tersebar di area Mandor. Tak mengherankan jika tragedi ini teramat membekas di hati para ahli waris.
Upacara pada 28 Juni kemarin diikuti sekitar 1000 massa. Mereka sebagian besar keluarga korban, pelajar dan undangan.
Bertindak selaku inspektur upacara, Sekda Kalbar, Drs H Syakirman mewakili Gubernur yang ke Kapuas Hulu dan Wagub yang ke Jambi. Sementara itu Bupati Landak sedang di Jogja diwakili Sekda.
Upacara berlangsung khusuk dsejak pukul 09.00 dan berakhir 09.30 dan dilanjutkan dengan penempatan karangan bunga serta ziarah ke 10 makam massal.
Tampak hadir keluarga keraton antara lain Dr Mardan Adijaya, Drs Gusti Suryansyah, M.Si, Ketua MABM H Abang Imien Thaha, Ketua MABT Erick S Martio, tokoh masyarakat seperti Santyoso, Andreas Acui Simanjaya dan para kepala-kepala dinas.
Gusti Suryansyah menyayangkan ketidak hadiran Gubernur atau Wakil Gubernur. Menurutnya, acara HBD ini sangat penting sehingga acara yang lain bisa diatur mundur atau dipercepat.
“Kita berharap tahun depan bisa lebih baik,” imbuhnya.
Chai Min Fa juga berharap demikian. Katanya, ““Tahun depan, 30 keluarga kami akan ke upacara HBD di Mandor datang dari Hongkong. Memang saat tragedi Jepang meledak, sebagian mengungsi ke Jakarta sebagian kembali ke Hongkong. Kami anak-anak dan cucu-cucu korban kekejaman Jepang saat itu,” ungkap Chai Min Fa.

No comments: