Monday, June 30, 2008

3.080 Ha Cagar Alam Mandor Separuhnya Rusak Berat


Nur Iskandar
Borneo Tribune, Mandor

Upacara Hari Berkabung Daerah (HBD) berlangsung khidmat, Sabtu dua hari lalu. Tapi, tak banyak yang berubah dari tata cara pelaksanaan hari duka bagi warga Kalbar tersebut. Ceremonial berlangsung datar-datar saja. Bahkan tahun ini jauh lebih singkat lantaran tak ada sambutan dari Gubernur dan tak ada dialog antara pelaku sejarah dengan para pelajar/mahasiswa. Semua datar-datar saja.
Yang istimewa justru lokasi makam. Lokasi yang amat bersejarah sehingga oleh Perda No 5 Tahun 2007 status Makam Juang Mandor telah berubah menjadi Monumen Daerah semakin panas akibat pepohonan yang rimbun kian musnah ditebang. Tanahnya digerus untuk mencari emas lewat aktivitas penambangan.
Syaiful Doman, aparat Trantib Kecamatan Mandor mengakui luas areal cagar alam Mandor seluas 3.080 hektar. “Sebagiannya kini sudah rusak akibat penambangan emas,” ungkapnya saat ditemui di Kantor Camat seusai upacara.
Kata Syaiful, kondisi tersebut sangat disayangkan karena Mandor merupakan aset yang sangat berharga bagi Kalbar. “Sesungguhnya Mandor adalah Kalbar,” ungkapnya.
Betapa tidak. Di lokasi cagar alam yang terdapat Monumen Daerah Mandor terbaring 21.037 jiwa rakyat Kalbar. Mereka multietnis. Ada Melayu, Dayak, Tionghoa, Batak, Manado, Jawa dll. “Bukan cuma Kalbar, tapi nasional,” imbuhnya.
Hal senada dilaporkan Antara. "Kami sudah beberapa kali mengajukan surat atau keluhan kepada pemerintah agar secepat mungkin menertibkan PETI dan pembalakan liar di kawasan makam, tetapi hingga kini belum ada tindakan. Pemerintah baru sibuk ketika akan memperingati hari ziarah setiap tanggal 28 Juni," kata Penjaga Makam Juang Mandor, Abdus Samad.

Ia mengatakan, para penambang emas dan penebang kayu secara liar, melakukan aktivitas ketika situasi kondusif, dalam artian ketika masyarakat, penjaga makam maupun perhatian publik tidak ke Makam Juang Mandor.

"Mereka melakukan aktivitasnya ketika kita semua lengah, ketika dilakukan razia aktivitas ilegal secara spontan hilang, tetapi begitu sudah reda mereka kembali melakukan aktivitasnya," katanya.

Sementara itu ahli waris dan Ketua Masyarakat Peduli Sejarah Kalimantan Barat (Kalbar) Raja Mempawah, Pangeran Ratu Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim, menilai Pemprov Kalbar masih kurang memberikan perhatian terhadap makam Juang Mandor tersebut.

"Kita melihat perhatian Pemprov Kalbar dan Pusat terhadap Makam Juang Mandor masih kurang. Itu bisa dilihat dengan banyaknya praktek PETI dan pembalakan hutan secara liar yang jumlahnya puluhan di sekitar kompleks makam itu," katanya.

Akibat perbuatan orang-orang yang tidak bertanggungjawab tersebut, lokasi Makam Juang Mandor semakin terancam. Sehingga kalau tidak mulai dari sekarang ditertibkan maka tidak menutup kemungkinan tinggal kenangan saja.

Ia mengatakan, dalam Tragedi Mandor sekitar tahun 1942-1945, Kalbar hampir kehilangan satu generasi. Korban tewas adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, pimpinan/Sultan dan Pangeran serta cendikiawan dan masyarakat pejuang lintas agama multi etnis.

"Kita dari tahun ke tahun mengingatkan pemerintah agar lebih memperhatikan kondisi Makam Juang Mandor akibat aktivitas PETI yang semakin hari semakin merajalela. Apakah mau sejarah mengenai tragedi berdarah tersebut hilang hanya gara-gara PETI?" katanya setengah bertanya.

Budayawan HA Halim Ramli pun tampak trenyuh melihat padang pasir yang terhampar luas di lokasi makam. Pria yang di masa mudanya, tahun 1976-1977 mereportase bahkan turut mengangkut tengkorak-tengkorak para korban Jepang untuk dimakamkan di pemakaman massal mengaku prihatin.
“Dulu tengkorak-tengkorak berserakan di lokasi-lokasi ini. Saya yakin masih banyak belum ditemukan dan oleh akibat penambangan emas tanpa izin (PETI) ada tengkorak-tengkorak yang ditemukan tapi tidak dilaporkan. Begitu dapat langsung ditanam di lokasi penggalian,” ujarnya dengan raut wajah prihatin.
Evi Yusmayadi pimpinan LSM Serimpi mengaku berjuang melawan PETI tersebut. Bekerjasama dengan Dian Tama mereka beruapaya menanami kembali daerah PETI yang ditinggalkan. “Sebaiknya HBD diperingati dengan penanaman pohon ketibang hanya sekedar tabur bunga,” usul sarjana alumni ABA yang skripsinya tentang Tragedi Mandor tersebut. Menurut Evi, lembaganya sudah bekerjasama dengan mahasiswa dari Jepang. “Ada komitmen Jepang membantu penanaman kembali daerah berpasir bekas PETI,” ungkapnya.

2 comments:

Unknown said...

thank you utk postingnya. We need to preserve Mandor! Mandor perlu dilestarikan dan sejarah Mandor jangan sampai dilupakan. Bagaimana kalo kita adakan perkumpulan keluarga korban. Apakah ada perkumpulan ini? Dan mungkin kita bisa adakan fund raising utk melestarikan Mandor and sejarahnya.

Anonymous said...

Jangan sampai sejarah mandor dilupakan... beruntung saja saya adalah keluarga korban pristiwa mandor