Jadikan Monumen Daerah Mandor Lokasi Wisata Sejarah
Budi Rahman
Borneo Tribune, Pontianak
Peringatan Hari Berkabung Daerah (HBD) setiap 28 Juni—seperti hari ini—telah memiliki payung hukum Perda No 5 Tahun 2007, namun kondisi kompleks makam yang berhektar-hektar itu hingga kini masih memprihatinkan. Terhadap kondisi ini tak sedikit tokoh Kalbar yang mengurut dada.
Ketua MABM Kalbar, H Abang Imien Thaha selaku keluarga korban mengaku prihatin dengan kondisi makam yang cukup merana itu. Lokasi yang tergerus penambangan, penebangan kayu hutan membuat miris perasaan jika dikalikan dengan aspek sejarah yang teramat sangat besarnya di Mandor. Di sana terkubur 21.037 kesuma negeri ini. Imien diwawancarai di ruang kerjanya, Rumah Melayu Kalbar, Jumat (27/6) kemarin menerawang jauh kisah Peristiwa Mandor.
Abang Imien Thaha memiliki pertautan erat dengan salah satu tokoh korban kekejaman bala tentara Dai Nippon. Kakeknya, Alm. Gusti Kelib yang pada masa itu menjadi Panembahan Sekadau menjadi korban kebiadaban serdadu angkatan laut Jepang.
Imien Thaha mengenang kisah penculikan kakeknya saat dibawa dengan praktik penculikan.
Pada saat itu tak satupun keluarga dan sanak saudaranya curiga terhadap rencana busuk Jepang. Operasi pembinasaan yang dilakukan serdadu Jepang sangat rapi. Mereka tidak menggembar-gemborkan aura kekerasan.
Saat dibawa Gusti Kelib dari kediamannya waktu itu keluarga menyangka Panembahan Sekadau ini hanya hendak diajak keluar kota. Hal ini juga yang dikatakan para serdadu itu.
“Setelah tidak pulang-pulang dan membaca surat kabar Borneo Sinbun baru kami tahu bahwa kakek diculik dan dibantai di Mandor,” kenang Imien.
Meski memiliki hubungan erat dengan peristiwa Mandor, Imien Thaha tidak sependapat jika tragedi genosida (pembunuhan massal, red) itu menjadi monopoli keluarga korban saja. Peristiwa Mandor menurut Imien adalah milik masyarakat Kalbar.
“Tragedi Mandor adalah mimpi buruk kita semua yang harus diambil hikmahnya oleh generasi muda Kalbar sampai kapan pun.”
Sebagai salah satu ahli waris korban, Imien Thaha mengaku prihatin terhadap perhatian yang diberikan pemerintah terhadap para pahlawan itu. Makam menurutnya menjadi salah satu contoh minimnya perhatian pemerintah terhadap jasa para pahlawan. Mestinya perhatian yang layak diberikan untuk tempat peristirahatan terakhir para pahlawan tersebut.
“Kebun binatang saja diberi perhatian besar oleh pemerintah. Ini tentang makam pahlawan kok perhatiannya masih minim,” kata Imien dengan nada lirih.
Monumen Daerah Mandor menurut Imien memiliki makna strategis yang cukup besar. Semua suku dan agama ada di Mandor. Ia sependapat bahwa peristiwa kelam di masa lalu itu merupakan salah satu kisah pemersatu masyarakat Kalbar. Ia berharap ada monument peringatan yang lebih baik dan indah untuk mengenang para pahlawan. Pembangunan sebuah taman makam yang indah dan layak menurut Imien adalah salah satu bentuk penghargaan kepada para pahlawan.
Saat ini kondisi Monumen Daerah Mandor masih belum baik. Kondisi makam tidak terawat baik. Bahkan lokasi itu lebih mengesankan sebagai lokasi yang mengerikan. Dengan penataan kawasan yang baik dan sosialisasi yang baik kepada masyarakat, Imien yakin kawasan ini bisa menjadi lokasi wisata sejarah yang memberi manfaat banyak bagi masyarakat maupun daerah.
Abang Imien Thaha mengaku mendukung penuh upaya yang telah dilakukan oleh Tribune Institute yang telah merintis upaya “mengelola” Sejarah Tragedi Mandor sebagai peristiwa penting yang wajib dipublikasikan. Rencana Tribune Institute dan beberapa pihak terkait untuk menggelar seminar dengan pihak Kedubes Jepang juga mendapat apresiasi positif darinya. Menurutnya dengan menggelar seminar ini nantinya generasi muda Jepang juga bisa tahu dan dapat menggali hikmah dari kekejaman para orang tua mereka di Kalbar dahulu.
“Supaya mereka tahu tidak hanya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang mereka alami saja sebagai peristiwa kemanusiaan. Kakek buyut mereka juga dulu pernah punya sejarah hitam membantai rakyat Kalbar,” kata Imien dengan nada datar.
Selain ide seminar dan beragam seremoni untuk mengenang Peristiwa Mandor, Imien Thaha juga mengusulkan agar kisah itu diangkat ke layar perak. Jika peristiwa ini bisa difilmkan, Imien optimisi generasi Kalbar saat ini akan banyak tahu tentang sejarah daerahnya.
“Pemerintah provinsi perlu membuat pilem tentang peristiwa Mandor agar generasi sekarang mengerti akan kisah heroik itu. Saya dulu pernah mengusulkannya. Kita lihat daerah lain punya film perjuangan. Di Jawa Timur ada film kepahlawanan peristiwa 10 November, di DKI ada kisah Fatahillah dan di Aceh ada film Tjut Nyak Dhien.”
Usul membuat film dokumenter juga mencuat saat “Mandor Meeting” digelar di The Roof Cafe, Hotel Peony 20 Juni lalu. Pegiat LSM, Faisal Riza mengatakan akan lebih ampuh sebagai wujud sosialisasi dan edukasi secara lokal, nasional, dan internasional jika tragedi Mandor difilmkan. “Anak-anak Kalbar yang berkarya sebagai sineas sudah cukup banyak. Terpenting ada keinginan Pemda mewujudkannya,” kata mahasiswa program pasca sarjana ini.
Pimpinan Taman Budaya, M Zein dalam forum yang sama menyambut positif usulan tersebut. Kata dia, jika ada kebersamaan dalam merangkai kisah tragis maka naskah bisa diteaterkan atau difilmkan. M Zein juga usul diselenggarakan aneka lomba seperti lomba lukis yang bertemakan Mandor. Hal senada diusulkan pakar hukum tata negara, Turiman SH, M.Hum. Katanya, aneka lomba bisa menyentuh ranah edukasi yang lebih luas seperti lomba-lomba karya tulis ilmiah. Terlebih sejarah Mandor juga masuk sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah.
Budi Rahman
Borneo Tribune, Pontianak
Peringatan Hari Berkabung Daerah (HBD) setiap 28 Juni—seperti hari ini—telah memiliki payung hukum Perda No 5 Tahun 2007, namun kondisi kompleks makam yang berhektar-hektar itu hingga kini masih memprihatinkan. Terhadap kondisi ini tak sedikit tokoh Kalbar yang mengurut dada.
Ketua MABM Kalbar, H Abang Imien Thaha selaku keluarga korban mengaku prihatin dengan kondisi makam yang cukup merana itu. Lokasi yang tergerus penambangan, penebangan kayu hutan membuat miris perasaan jika dikalikan dengan aspek sejarah yang teramat sangat besarnya di Mandor. Di sana terkubur 21.037 kesuma negeri ini. Imien diwawancarai di ruang kerjanya, Rumah Melayu Kalbar, Jumat (27/6) kemarin menerawang jauh kisah Peristiwa Mandor.
Abang Imien Thaha memiliki pertautan erat dengan salah satu tokoh korban kekejaman bala tentara Dai Nippon. Kakeknya, Alm. Gusti Kelib yang pada masa itu menjadi Panembahan Sekadau menjadi korban kebiadaban serdadu angkatan laut Jepang.
Imien Thaha mengenang kisah penculikan kakeknya saat dibawa dengan praktik penculikan.
Pada saat itu tak satupun keluarga dan sanak saudaranya curiga terhadap rencana busuk Jepang. Operasi pembinasaan yang dilakukan serdadu Jepang sangat rapi. Mereka tidak menggembar-gemborkan aura kekerasan.
Saat dibawa Gusti Kelib dari kediamannya waktu itu keluarga menyangka Panembahan Sekadau ini hanya hendak diajak keluar kota. Hal ini juga yang dikatakan para serdadu itu.
“Setelah tidak pulang-pulang dan membaca surat kabar Borneo Sinbun baru kami tahu bahwa kakek diculik dan dibantai di Mandor,” kenang Imien.
Meski memiliki hubungan erat dengan peristiwa Mandor, Imien Thaha tidak sependapat jika tragedi genosida (pembunuhan massal, red) itu menjadi monopoli keluarga korban saja. Peristiwa Mandor menurut Imien adalah milik masyarakat Kalbar.
“Tragedi Mandor adalah mimpi buruk kita semua yang harus diambil hikmahnya oleh generasi muda Kalbar sampai kapan pun.”
Sebagai salah satu ahli waris korban, Imien Thaha mengaku prihatin terhadap perhatian yang diberikan pemerintah terhadap para pahlawan itu. Makam menurutnya menjadi salah satu contoh minimnya perhatian pemerintah terhadap jasa para pahlawan. Mestinya perhatian yang layak diberikan untuk tempat peristirahatan terakhir para pahlawan tersebut.
“Kebun binatang saja diberi perhatian besar oleh pemerintah. Ini tentang makam pahlawan kok perhatiannya masih minim,” kata Imien dengan nada lirih.
Monumen Daerah Mandor menurut Imien memiliki makna strategis yang cukup besar. Semua suku dan agama ada di Mandor. Ia sependapat bahwa peristiwa kelam di masa lalu itu merupakan salah satu kisah pemersatu masyarakat Kalbar. Ia berharap ada monument peringatan yang lebih baik dan indah untuk mengenang para pahlawan. Pembangunan sebuah taman makam yang indah dan layak menurut Imien adalah salah satu bentuk penghargaan kepada para pahlawan.
Saat ini kondisi Monumen Daerah Mandor masih belum baik. Kondisi makam tidak terawat baik. Bahkan lokasi itu lebih mengesankan sebagai lokasi yang mengerikan. Dengan penataan kawasan yang baik dan sosialisasi yang baik kepada masyarakat, Imien yakin kawasan ini bisa menjadi lokasi wisata sejarah yang memberi manfaat banyak bagi masyarakat maupun daerah.
Abang Imien Thaha mengaku mendukung penuh upaya yang telah dilakukan oleh Tribune Institute yang telah merintis upaya “mengelola” Sejarah Tragedi Mandor sebagai peristiwa penting yang wajib dipublikasikan. Rencana Tribune Institute dan beberapa pihak terkait untuk menggelar seminar dengan pihak Kedubes Jepang juga mendapat apresiasi positif darinya. Menurutnya dengan menggelar seminar ini nantinya generasi muda Jepang juga bisa tahu dan dapat menggali hikmah dari kekejaman para orang tua mereka di Kalbar dahulu.
“Supaya mereka tahu tidak hanya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang mereka alami saja sebagai peristiwa kemanusiaan. Kakek buyut mereka juga dulu pernah punya sejarah hitam membantai rakyat Kalbar,” kata Imien dengan nada datar.
Selain ide seminar dan beragam seremoni untuk mengenang Peristiwa Mandor, Imien Thaha juga mengusulkan agar kisah itu diangkat ke layar perak. Jika peristiwa ini bisa difilmkan, Imien optimisi generasi Kalbar saat ini akan banyak tahu tentang sejarah daerahnya.
“Pemerintah provinsi perlu membuat pilem tentang peristiwa Mandor agar generasi sekarang mengerti akan kisah heroik itu. Saya dulu pernah mengusulkannya. Kita lihat daerah lain punya film perjuangan. Di Jawa Timur ada film kepahlawanan peristiwa 10 November, di DKI ada kisah Fatahillah dan di Aceh ada film Tjut Nyak Dhien.”
Usul membuat film dokumenter juga mencuat saat “Mandor Meeting” digelar di The Roof Cafe, Hotel Peony 20 Juni lalu. Pegiat LSM, Faisal Riza mengatakan akan lebih ampuh sebagai wujud sosialisasi dan edukasi secara lokal, nasional, dan internasional jika tragedi Mandor difilmkan. “Anak-anak Kalbar yang berkarya sebagai sineas sudah cukup banyak. Terpenting ada keinginan Pemda mewujudkannya,” kata mahasiswa program pasca sarjana ini.
Pimpinan Taman Budaya, M Zein dalam forum yang sama menyambut positif usulan tersebut. Kata dia, jika ada kebersamaan dalam merangkai kisah tragis maka naskah bisa diteaterkan atau difilmkan. M Zein juga usul diselenggarakan aneka lomba seperti lomba lukis yang bertemakan Mandor. Hal senada diusulkan pakar hukum tata negara, Turiman SH, M.Hum. Katanya, aneka lomba bisa menyentuh ranah edukasi yang lebih luas seperti lomba-lomba karya tulis ilmiah. Terlebih sejarah Mandor juga masuk sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah.
2 comments:
Ass...
apa kabar buat siapapun yang merasa menjadi sebgian pengurus makam juang mandor.
beberapa yang ingin dipertanyakan tentang masalah ini.
1.makam juang mandor merupakan suatu objek wiasta yang mempunyai nilai yang visualistik yang bisa kita perkenalkan ke khalayak tapi kok never ada pfofil tentang itu di media masa terutama di tv...???
aku merupakan salah satu ribuan pelajar yang menyukai tentang sejarah yang mempunyai kesan tersendiri.
So.........
kalimantan barat mempunyai sangat2222222 banyak potensi di kultural.
dimohonkan kepada orang2 yang dianggap bisa mengelola suatu rencana yang briliant untuk bisa menjadikan potensi kalbar ini di kenal oleh orang pribumi khususnya n orang luas umumnya sebagai objek wisata yang menarik.!!!!!!!
Post a Comment